A.     PendahuluanIstilah, pengertian dan pemahaman tentang tanggung jawab sosial perusahaan/Corporate Social Responsibility (CSR)  selama ini masih selalu menjadi pedebatan yang hangat oleh para  pendukung dan para penentangnya. Kedua kutup yang  berbeda  pandangan   tersebut  masing-masing mempunyai argumentasi yang bertentangan satu  terhadap yang lain sesuai dengan kedudukan dan kepentingannya.Salah satu perbedaan tajam yang ada antara lain adalah   mengenai :
- Apakah Tanggung Jawab Sosial Perusahaan/TJSP itu berada pada ranah etika (etika bisnis) atau harus berada pada ranah hukum ?
- Apakah TJSP perlu diatur dalam perundangan atau tidak perlu diatur secara formal disertai dengan sanksi-sanksi yang tegas ?Pendukung  dan penentang TJSP pada dasarnya mempunyai alasan masing-masing, karena  latar belakang pencapaian tujuan dan sasaran yang berbeda dalam  kepentingan yang berhadapan.Para   pendukung konsep regulasi maupun penerapan TJSP secara jelas dan  tegas, berpendapat bahwa TJSP tersebut sesungguhnya untuk kepentingan  manusia dan kemanusiaan, sehingga harus diatur dengan jelas dan tegas.  Sedangkan dari para penentangnya, menyatakan tidak perlu diatur dengan  tegas, serahkan saja kepada para pelaku.Ke  depan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, apabila dilaksanakan dengan  benar, akan memberikan dampak positif bagi perusahaan, lingkungan,  termasuk sumber daya manusia, sumber daya alam dan seluruh pemangku  kepentingan dalam masyarakat. Perusahaan yang mampu sebagai penyerap  tenaga kerja, mempunyai kemampuan memberikan peningkatan daya beli  masyarakat, yang secara langsung atau tidak, dapat mewujudkan  pertumbuhan lingkungan dan seterusnya. Mengingat kegiatan perusahaan itu  sifatnya simultan, maka keberadaan perusahaan yang taat lingkungan akan  lebih bermakna.Pada  dasarnya setiap kegiatan perusahaan yang berhubungan dengan sumber daya  alam, pasti mengandung nilai positif, baik bagi internal perusahaan  maupun bagi eksternal perusahaan dan pemangku kepentingan yang lain.  Meskipun demikian nilai positif tersebut dapat mendorong terjadinya  tindakan-tindakan dan perbuatan-perbuatan yang akhirnya mempunyai nilai  negatif, karena merugikan lingkungan, masyarakat sekitar atau masyarakat  lain yang lebih luas. Nilai negatif yang dimaksud adalah seberapa jauh  kegiatan perusahaan yang bersangkutan mempunyai potensi merugikan  lingkungan dan masyarakat. Atau seberapa luas perusahaan lingkungan  terjadi sebagai akibat langsung dari kegiatan perusahaan.Perusahaan  yang pada satu sisi pada suatu waktu menjadi pusat kegiatan yang  membawa kesejahteraan bahkan kemakmuran bagi masyarakat, pada satu saat  yang sama dapat menjadi sumber petaka pada lingkungan yang sama pula.  Misalnya terjadi pencemaran lingkungan atau bahkan menyebabkan kerusakan  alam dan lingkungan lain yang lebih luas.Pertanyaan-pertanyaan yang timbul adalah :
- Apakah  keberadaan perusahaan di dalam masyarakat, mengandung nilai positif dan  negatif yang cukup berimbang, sehingga antara manfaat dan kekurangan  tidak menyebabkan masalah bagi masyarakat   sebagai pemangku  kepentingan?.
- Apakah perimbangan antara kepentingan perusahaan dan  kepentingan masyarakat cukup berimbang dan adil?  Dan apakah tolok  ukurnya?
- Apakah perangkat peraturan yang ada relatif cukup mengatur tercapainya perimbangan dengan baik?.Jadi  perusahaan akan mempunyai dampak positif bagi kehidupan pada masa-masa  yang akan datang dengan terpeliharanya lingkungan dan semua kepentingan  pada pemangku kepentingan yang lain sehingga akan menghasilkan tata  kehidupan yang lebih baik. Sebaliknya para penentang pengaturan dan  pelaksanaan TJSP secara formal berpendapat apabila tanggung jawab  tersebut harus diatur secara formal, disertai sanksi dan penegakan hukum  yang riil. Hal itu akan menjadi beban perusahaan. Beban perusahaan  akhirnya akan menjadi beban masyarakat sebagai pemangku kepentingan.  Oleh karena itu TJSP sangat tepat apabila tetap sebagai tanggung jawab  moral, dengan semua konsekuensinya.Indonesia  sebagai Negara berkembang dan sebagai Negara tujuan investasi  internasional serta sebagai Negara tujuan pemasaran produk dari negara  maju, sadar bahwa sangat membutuhkan perangkat peraturan yang sifatnya  memberi perlindungan kepada kepentingan domestik.Salah  satu yang telah dilakukan oleh Republik Indonesia, dalam rangka  melindungi lingkungan dan ekosistem pada umumnya dari upaya pemanfaatan  sumber daya alam agar dapat terjaga dengan baik, yaitu dengan  mencantumkannya ketentuan TJSP dalam Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40  Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang baru.Sejak  RUU PT disosialisasikan sudah muncul pandangan-pandangan yang saling  bertentangan, antara pendukung dan penentang. Konsep CSR, polemik muncul  dari dua kepentingan yang berhadapan. Setelah lebih dari satu tahun  berlakunya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,  muncul lagi “perlawanan terhadap Ketentuan Pasal 74 Undang-Undang  Perseroan Terbatas”. Hal ini ditandai dengan adanya permohon pembatalan  pasal tersebut kepada Mahkamah Konstitusi. Penentangan tersebut  didasarkan pada satu perhitungan bisnis, yaitu mengenai beban-beban yang  harus ditanggung oleh perusahaan. Dengan adanya beban tanggung jawab  sosial tersebut, perusahaan, pengusaha akan mempunyai beban baru yang  lebih berat, karena ketentuan-ketentuan yang sangat mengikat yang harus  dilaksanakan dengan baik.Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, dapat terjadi 2 (dua) kemungkinan sebagai berikut :
Pertama,  pengusaha akan mencari konpensasi baru dengan alternative melakukan  eksploitasi lingkungan secara lebih efektif dan efisien lagi dengan  segala dampak negatifnya.
Kedua, pengusaha akan lebih berhati-hati lagi tidak melanggar ketentuan undang-undang yang mempunyai risiko legal dan ekonomi.Pilihan  pertama, akan diambil apabila perhitungan ekonomi menjadi sangat  dominan serta kesempatan untuk itu berpeluang besar. Kemungkinan akan  menimbulkan beban pada alam menjadi lebih besar. Untuk itu dibutuhkan  pengawasan penegak hukum dengan ekstra ketat dan waspada. Sedangkan  apabila kemungkinan kedua yang terjadi, akan meningkatkan beban  konsumen, tetapi aman bagi perusahaan dan lingkungan.
B.     Eksistensi Perusahaan dan LingkungannyaPada  dasarnya, perusahaan merupakan organ masyarakat yang mempunyai beberapa  fungsi yang sangat penting bagi pemangku kepentingan pada umumnya :- Perusahaan  pasti selalu  memenuhi kebutuhan masyarakat, dari kebutuhan primer,  sekunder dan tersier bahkan sampai kebutuhan-kebutuhan apapun.
- Perusahaan mampu menyerap tenaga kerja dan membuka lapangan pekerjaan baru.
- Perusahaan adalah agen pembaharuan dan penerapan Iptek yang paling efisien.
- Perusahaan melakukan pemasaran barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat.
Dengan  demikian dapat dikatakan bahwa keberadaan perusahaan sangat dibutuhkan  dan mempunyai nilai yang sangat penting bagi masyarakat pada umumnya dan  perkembangan masyarakat itu sendiri. Jadi  tanpa organ, yang dalam hal  ini perusahaan yang mempunyai berbagai fungsi tersebut, masyarakat tidak  mungkin tidak harus menerima, baik organ demi kelangsungan hidup  masyarakat itu sendiri. Meskipun demikian, betapa baik dan pentingnya  perusahaan, tetap mempunyai dua sisi yang berbeda.Perusahaan  sebagai organ masyarakat mempunyai dua sisi positif dan penting bagi  kehidupan dan masa depan manusia, terutama dalam mewujudkan  kesejahteraan bersama. Tetapi juga mempunyai satu sisi negative, yang  menimbulkan dampak negative pada banyak hal. Dari sisi positifnya  perusahaan mampu melakukan banyak hal, antara lain :Pertama,  perusahaan selalu menawarkan kebutuhan masyarakat dengan semua konsep  inovasinya, yang selanjutnya akan mendorong pembaharuan dan mengadopsi  perkembangan Iptek  secara berkesinambungan dan terus menerus yang  menciptakan kesejahteraan bersama.Kedua,  perusahaan merupakan salah satu pusat kegiatan ekonomi di dalam  masyarakat yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan baru, dan juga  mampu melahirkan kesejahteraan baru.Dari  aspek sosial dan ekonomi, sudah jelas dimana eksistensi perusahaan  (apapun bentuk dan statusnya). Tetapi dari aspek hukum keberadaan  perusahaan masih membutuhkan hal utama yaitu legalitas hukum.Perusahaan legalitas dimaksud meliputi : harus dipenuhi adalah :- Legalitas  institusional, yaitu persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi bagi  badan-badan usaha, apakah berstatus badan hukum atau tidak, harus  memenuhi persyaratan dan prosedur sesuai ketentuan undang-undang yang  berlaku, sehingga institusi yang bersangkutan sah menurut hukum.
- Legalitas  operasional, yaitu persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi bagi  badan-badan usaha yang bersangkutan, baik yang berbadan hukum maupun  badan hukum agar dapat melakukan kegiatan perusahaan (dapat beroperasi  secara sah).
C.     Tanggung Jawab Sosial Perusahaan sebagai Suatu KonsepPerjalanan  kehidupan manusia dan kemanusiaan yang panjang, akhirnya menghasilkan  suatu kearifan manusia terhadap kemanusiaan dan peradaban serta  lingkungannya masing-masing. Dari perjalanan peradaban, sampailah pada  satu pemikiran dasar dan kearifan bahwa :Pertama,  bahwa bumi tempat bersama dan sebagai tempat kehidupan  ini adalah  suatu tempat yang sudah pada batas kemampuan untuk menampung kepentingan  umat manusia sepenuhnya, terutama dalam jangka panjang kedepan.Kedua,  sumber daya alam yang selama ini dieksploitasi menjadi semakin terkikis  dan  terkuras pada batas kemampuan alam itu sendiri, karena tidak  disertai suatu upaya kebaharuan. Dan juga karena tidak mungkin terjadi  kebaharuan, karena sifat alami.Ketiga,  perkembangan dan kemajuan Iptek tidak selalu hanya mempunyai dampak  positif saja, tetapi juga mempunyai dampak negatif, termasuk pada  pemuliaan alam. Sehingga terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan dan  ketersediaan SDA pada umumnya. Antara kemajuan Iptek dan pemanfaatannya  secara menyeluruh.Bertolak  dari tiga hal tersebut, maka patut dipertanyakan pula, apa yang  seharusnya dilakukan untuk melindungi bumi ini dari kerakusan manusia  dan perkembangan Iptek?.Apa  yang harus dilakukan dan siapa yang harus melakukan merupakan suatu  renungan mendalam?. Renungan baik orang awam, dunia ilmu pengetahuan  maupun dunia usaha dan korporasi. Seharusnya ketiga unsur tersebut  saling bersinergi untuk mengatasi kesulitan bersama.Tradisi  yang muncul adalah bahwa mengatasi kesulitan dan ancaman alam hanya  dilakukan oleh kelompok masyarakat, yang akhirnya melahirkan  kearifan-kearifan lokal. Kearifan lokal yang muncul dapat berkembang  terus menjadi kearifan yang lebih luas, atau punah dengan sendirinya.Manusia  sebagai mahluk yang berakal budi, mengembangkan konsep tanggung jawab  atas dasar suatu pertanyaan dasar pula, siapakah yang harus bertanggung  jawab terhadap lingkungan masing-masing?.Berawal  dari konsep tanggung jawab pribadi, bahwa setiap orang harus  bertanggung jawab atas semua perbuatan, maka Pasal 1365 KUH Perdata,  cukup memadai, bahwa siapapun bertanggung jawab berdasarkan hukum (Pasal  1365).Pasal 1365 sebagai berikut :“Tiap  perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain  mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,  mengganti kerugian tersebut”.Ada  satu konsep dasar tanggung jawab tersebut masih berada pada ranah  privat. Perkembangan yang terjadi adalah bahwa tanggung jawab tertentu  menjadi tanggung jawab kolektif (tanggung jawab bersama).Pada  suatu periode berikutnya konsep tersebut bergeser menjadi tanggung  jawab korporasi, karena secara lugas terbukti korporasilah yang  melakukan perbuatan hukum yang merugikan pihak ketiga.Tanggung  jawab sosial perusahaan secara mendasar merupakan suatu hal wajar  apabila berawal dari pemahaman dasar bahwa perusahaan merupakan organ  masyarakat. Sebagai organ, perusahaan pasti mempunyai dampak positif dan  negatif.Persoalan  menjadi sulit, karena tidak semua pihak, semua perusahaan dan setiap  pemangku kepentingan dengan sadar untuk selalu bertanggung jawab atas  setiap akibat yang telah dilakukan.Secara  moral dan secara hukum (perdata dan publik) setiap subyek hukum  bertanggung jawab pada semua hal atas perbuatan hukumnya. Tidak  seorangpun mempunyai kebebasan tidak bertanggung jawab atas akibat hukum  dari perbuatan hukumnya. Dalam hal ini perusahaan adalah suatu subyek  (subyek Hukum/Badan Hukum).Kegiatan  yang dilakukan perusahaan di dalam masyarakat juga mengandung dua hal  positif dan negatif tersebut. Pada saat dan sepanjang kegiatan  perusahaan memang untuk memenuhi kebutuhan dan atau permintaan  masyarakat, maka kegiatan tersebut dianggap positif. Akan tetapi  kegiatan yang dilaksanakan tersebut dapat menimbulkan dampak negatif  apabila mempunyai akibat buruk bagi lingkungan dan faktor-faktor  produksi yang lain. Timbulnya dampak negatif itulah yang perlu dan harus  diatur agar tidak merugikan masyarakat dilingkungan dan para pemangku  kepentingan.Tanggung  Jawab Sosial Perusahaan (TJSP), pada dasarnya berawal dari rasa  bertanggung jawab secara personal pada suatu lingkungan dunia usaha,  yang muncul dari pribadi-pribadi yang peka kepada sesama. Rasa tersebut  timbul dan berkembang sebagai suatu yang harus dilakukan mengingat  adanya kesenjangan keadaan sosial ekonomi yang tajam, antara unsur  tenaga kerja dengan unsur pemilik dan pengurus dalam dunia usaha  tersebut.Berangkat  dari keadaan tersebut, lahirnya konsep Tanggung Jawab Sosial Perusahaan  yang berada pada sasaran kewajiban-kewajiban moral. Dari  kewajiban-kewajiban moral yang bergerak antara kesejahteraan pada  lingkungan tertentu, menimbulkan pula suatu konsep bahwa yang harus  diwujudkan adalah kesejahteraan bersama. Hal ini baru menjangkau pada  kesejahteraan bersama pada lingkungan perusahaan  masing-masing.  Kesejahteraan yang bersifat terbatas, makin meluas yang diikuti oleh  gerakan-gerakan yang sama sehingga menjadi suatu konsep positif yang  menjadi tanggung jawab institusional. Dalam hal ini perlu dilakukan  penerapan TJSP yang meliputi suatu pelaksanaan untuk menerapkan:
- Upah minimal yang pantas untuk hidup layak.
- Keselamatan kerja yang cukup untuk melindungi tenaga kerja.
- Jaminan sosial yang pantas untuk masa depan tenaga kerja dan keluarganya dengan pantas.Konsep  di atas menjadi sangat manusiawi bagi tenaga kerja, masa depan  perusahaan. Meskipn demikian lahirlah perkembangan baru atas kesadaran  mengenai alam dan lingkungan.Konsep  sebagaimana diuraikan di atas selanjutnya menjadi sesuatu hal yang  berdasarkan kearifan manusia, tidak hanya menjadi kewajiban moral,  tetapi menjadi kewajiban yang mempunyai tujuan menuju pencapaian  kesejahteraan warganegaranya, secara sadar pasti mengatur hal-hal yang  berkaitan dengan TJSP.Sumber  daya alam yang dieksploitasi perusahaan makin lama menjadi makin  berkurang daya dukungnya, karena sifatnya yang terbatas dan tidak  terbarukan. Hal ini mulai disadari sehingga konsep tanggung jawab  terhadap lingkungan juga berkembang. Manusia secara pribadi dalam  institusi dan Negara  serentak sadar bahwa lingkungan dan sumber daya  alam perlu dilindungi untuk kepentingan manusia dan kemanusiaan dimasa  yang akan datang.
D.        Pengaturan Tanggung Jawab Sosial PerusahaanSecara  formal tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan baru diatur pada tahun  2007, yaitu dalam Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang  Perseroan Terbatas sebagai berikut :(1) Perseroan  yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan  sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan  Lingkungan.(2) Tanggung  Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan  sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan  memperhatikan kepatutan dan kewajaran.(3) Perseroan  yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.Di  dalam penjelasan resmi dengan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang  Perseroan Terbatas disebutkan bahwa ayat (1) Pasal 74 mengandung  maksud:
-  Ketentuan ini bertujuan untuk tetap menciptakan hubungan  Perseroan yang serasi, seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai,  norma dan budaya masyarakat setempat.
-  Yang dimaksud dengan  “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumber daya  alam” adalah Perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan  sumber daya alam.
-  Yang dimaksud dengan “Perseroan yang  menjalankan kegiatan usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam”  adalah Perseroan yang tidak mengelola dan tidak memanfaatkan sumber daya  alam, tetapi kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber  daya alam.Sedangkan mengenai ayat (2) dan ayat (4) dianggap cukup jelas.Ayat (3) diberi penjelasan sebagai berikut :
-  Yang  dimaksud dengan “Dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan  perundang-undangan” adalah dikenai segala bentuk sanksi yang diatur  dalam peraturan perundang-undangan yang terkait.Dari  ketentuan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan  Terbatas beserta penjelasannya tersebut di atas dapat dimaknai bahwa :- Ketentuan  tersebut “hanya” berlaku bagi bidang usaha yang bergerak, dan mempunyai  hubungan dengan Sumber Daya Alam. Bagaimana dengan bidang usaha lain  yang secara tidak langsung juga mempunyai dampak negative kepada  lingkungan?.-  Bagaimana  strata  usaha yang berada dalam UMKM yang jumlahnya banyak dengan  dampak yang melebihi satu perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas?.Untuk itu perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut :-  Melakukan  sosialisasi membuat pedoman yang lebih operasional, sehingga tidak  menimbulkan kesan yang secara hukum menjadi diskriminatif.-  Melakukan  sosialisasi yang mendalam kepada badan usaha sebagai pelaku usaha yang  tidak termasuk dalam pengertian Pasal 74 Undang-Undang Perseroan  Terbatas ikut serta secara sukarela menjaga lingkungan usaha, lingkungan  pelanggan dengan baik dan benar, mengingat jumlah mereka jauh lebih  besar dengan jangkauan perusahaan yang jauh lebih luas.
Sumber :http://www.djpp.depkumham.go.id/hukum-pedata/848-tanggung-jawab-sosial-perusahaan-suatu-kajian-komprehensif.html
- Apakah Tanggung Jawab Sosial Perusahaan/TJSP itu berada pada ranah etika (etika bisnis) atau harus berada pada ranah hukum ?
- Apakah TJSP perlu diatur dalam perundangan atau tidak perlu diatur secara formal disertai dengan sanksi-sanksi yang tegas ?
- Apakah keberadaan perusahaan di dalam masyarakat, mengandung nilai positif dan negatif yang cukup berimbang, sehingga antara manfaat dan kekurangan tidak menyebabkan masalah bagi masyarakat sebagai pemangku kepentingan?.
- Apakah perimbangan antara kepentingan perusahaan dan kepentingan masyarakat cukup berimbang dan adil? Dan apakah tolok ukurnya?
- Apakah perangkat peraturan yang ada relatif cukup mengatur tercapainya perimbangan dengan baik?.
Pertama, pengusaha akan mencari konpensasi baru dengan alternative melakukan eksploitasi lingkungan secara lebih efektif dan efisien lagi dengan segala dampak negatifnya.
Kedua, pengusaha akan lebih berhati-hati lagi tidak melanggar ketentuan undang-undang yang mempunyai risiko legal dan ekonomi.
- Upah minimal yang pantas untuk hidup layak.
- Keselamatan kerja yang cukup untuk melindungi tenaga kerja.
- Jaminan sosial yang pantas untuk masa depan tenaga kerja dan keluarganya dengan pantas.
- Ketentuan ini bertujuan untuk tetap menciptakan hubungan Perseroan yang serasi, seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya masyarakat setempat.
- Yang dimaksud dengan “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam” adalah Perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam.
- Yang dimaksud dengan “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam” adalah Perseroan yang tidak mengelola dan tidak memanfaatkan sumber daya alam, tetapi kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam.
- Yang dimaksud dengan “Dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” adalah dikenai segala bentuk sanksi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang terkait.
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar